Wednesday, August 11, 2010

KEWAJIBAN PUASA DAN KELEBIHAN RAMADHAN

Dalil Kewajiban Berpuasa

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”[Al Baqarah 2 : 183]


1-Syarah Kitab Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin :

Faedah dari firman Allah yang menyebutkan “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”, iaitu :
a- Puasa merupakan ibadah yang penting, dimana Allah s.w.t juga mewajibkannya kepada umat-umat sebelum kita. Ini menunjukkan kecintaan Allah s.w.t kepada ibadah puasa tersebut dan bahawa ia merupakan ibadah yang harus di laksanakan oleh setiap umat
b- Keringanan yang diberikan bagi umat ini, dimana ia bukan merupakan satu-satunya umat yang mendapatkan kewajiban puasa, yang barangkali memberatkan jiwa maupun badan.

c- Isyarat bahawa Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama umat ini, dimana DIA telah menyempurnakannya dengan amalan-amalan utama yang terdapat pada umat-umat sebelumnya.

Dalam ayat ini Allah s.w.t menjelaskan hikmah puasa, iaitu dengan firmannya “agar kamu bertakwa,” , Ertinya agar kamu bertakwa kepada Allah berkat puasa dan berbagai amalan yang terkandung di dalamnya yang merupakan sifat-sifat ketakwaan. Nabi s.a.w telah mengisyaratkan faedah ini dalam sabdanya yang bermaksud:

“barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perilaku jahat, maka Allah tidak membutuhkan dia meninggalkan makan dan minumnya (Allah tidak membutuhkan puasanya, -penerj.)”[HR. Al Bukhari dalam kitabun ‘sh-Shoum, bab:”man lam yada’ Qoula ‘z-zuri wal ‘Amala bihi ‘sh-Shoum”](RJ1, m/s 124-125)


2-Kitab Tafsir Ibnu Katsir :

“Allah s.w.t menyerukan kepada orang-orang yang beriman dari ummat ini dan memerintahkan mereka untuk berpuasa. Puasa bererti menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, dengan niat yang tulus kerana Allah s.w.t. Kerana puasa mengandungi penyucian, pembersihan dan perjernihan diri dari kebiasaan-kebiasaan yang jelek dan akhlak tercela.

Allah Ta’ala juga menyebutkan, sebagaimana DIA telah mewajibkan puasa itu kepada mereka, DIA juga telah mewajibkannya kepada orang-orang sebelum mereka, kerana itu ada suri teladan bagi mereka dalam hal ini. Maka hendaklah mereka bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban ini dengan lebih sempurna daripada yang telah dijalankan oleh orang-orang sebelum ini.”(RJ2, m/s 342)

3- Syaikh Muhammad Nashiruddun Al-AlBani :

“..di dalam ayat ini, Allah menyebutkan sesuatu yang tidak sering ditemukan dalam Al-Qur’anul Karim, yang mana Dia menyebutkan alasan atas perintah berpuasa dengan firman-Nya: “agar kamu bertakwa”. Maka hikmah dibalik puasa orang-orang Mukmin tidak hanya mereka menahan diri dari kesenangan-kesenangan dan hal-hal yang diperbolehkan, meskipun hal ini merupakan kewajiban bagi orang yang berpuasa, namun ini bukanlah satu-satunya yang diwajibkan dan dimaksudkan dari berpuasa. Allah Azza wa Jalla, mengakhiri perintah-Nya berpuasa dengan berfirman: “agar kamu bertakwa”. Berarti bahwa hikmah dibalik kewajiban berpuasa adalah seorang Muslim harus meningkatkan ketaatan kepada Allah s.w.t di bulan Puasa dan menjadi lebih taat dibanding sebelumnya. Dan Nabi s.a.w menyatakan dengan jelas dan menjelaskan dengan sempurna hikmah ketetapan ini, dengan sabda Beliau s.a.w, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Shahih al-Bukhari (no. 1903), dimana beliau s.a.w bersabda:

“barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perilaku jahat, maka Allah tidak membutuhkan dia meninggalkan makan dan minumnya.”

Artinya bahwa Allah s.w.t tidak menginginkan dengan kewajiban berpuasa ini untuk menahan (diri) pada waktu-waktu yang telah ditentukan sebagaimana yang anda ketahui bahwa mereka hanya menahan diri dari makan dan minum. Sebaliknya mereka harus menahan diri dari apa-apa yang Allah s.w.t larang berupa dosa-dosa dan kemaksiatan terhadap-Nya, dan dari perkataan dan perbuatan dusta.

Dengan demikian Nabi s.a.w menekankan ayat ini: “agar kamu bertakwa”. Yakni bahwa engkau harus sebagai amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t, selain daripada menahan diri dari makan dan minum, juga menahan diri pada hal-hal yang diharamkan, seperti ghibah, namimah, bersaksi palsu, berbohong, dan sebagainya, yang berkenaan dengan hal-hal yang dilarang yang telah kita ketahui bersama.

Oleh karena itu adalah kewajiban bahwa seluruh Muslim harus menyadari perbuatan-perbuatan yang merusak puasa, dan tidak hanya perbuatan fisik, yang diketahui secara umum, yakni makan, minum dan jima’. Puasa tidak hanya berarti menahan diri dari hal-hal ini.”(RJ3, m/s 2-4)


Keutamaan Bulan Ramadhan Dan Hukum-Hukum Puasa

شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِ‌ۚ فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهُ‌ۖ وَمَن ڪَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَ‌ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِڪُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِڪُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُڪۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُڪَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡ وَلَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”[Al Baqarah 2:185]

Kitab Tafsir Ibnu Katsir :

1- Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkan Kitab Suci Al-Quran.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran”

Allah s.w.t memuliakan bulan puasa di antara bulan-bulan lainnya dengan memilihnya sebagai bulan diturunkannya Al-Quran al-‘Azhim. DIA memberikan keistimewaan ini pada bulan Ramadhan sebagaimana telah dinyatakan dalam hadiths bahawa bulan Ramadhan merupakan bulan dimana kitab-kitab ilahiah diturunkan kepada para Nabi. Imam Ahmad Bin Hanbal r.a, meriwayatkan dari Watsilah bin Al-Aqsa’, bahawa Rasulullah s.a.w bersabda :

“Shuhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada tanggal 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada tanggal 13 Ramadhan dan Al-Quran diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan.”(HR. Ahmad)

Shuhuf Ibrahim, Kitab Taurat, Zabur, dan Injil diturunkan kepada Nabi penerimanya dalam satu kitab sekaligus. Sedangkan Al-Quran diturunkan secara sekaligus (dari Lauh Mahfuzh) ke baitul ‘Izzah di langit dunia, dan hal itu terjadi pada bulan Ramadhan pada malam lailatul qadar. Sebagaimana firmanNYA :

إِنَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ فِى لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”[Al Qadr 97:1]

DIA juga berfirman :

إِنَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ فِى لَيۡلَةٍ۬ مُّبَـٰرَكَةٍ‌ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” [Ad Dukhan 44: 3]

Setelah itu, Al-Quran diturunkan bahagian demi bahagian kepada Rasulillah s.a.w sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Demikian diriwayatkan dari Ibnu Abbas, melalui beberapa jalur.(RJ2, m/s 346)

2- Wajib berpuasa di bulan Ramadhan di dalam negeri sendiri.

Dan firmanNYA “Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”

Ini merupakan kewajiban yang bersifat pasti bagi orang yang menyaksikan permulaan bulan (Ramadhan), ertinya bermukim di tempat tinggalnya (tidak melakukan perjalanan jauh) ketika masuk bulan ramadhan, sedang ia benar-benar dalam keadaan sihat fizikalnya, maka ia harus berpuasa. Ayat ini menaskah dibolehkannya orang sihat yang berada ditempat tinggalnya untuk tidak berpuasa tetapi mengganti puasa yang ditinggalkannya dengan fidyah berupa pemberian makan kepada orang miskin untuk setiap hari ia berbuka. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. (RJ2, m/s 347)

3- Allah Ta’ala member Rukhsah (keringanan) kepada orang sakit dan yang berada di dalam perjalanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan tetapi harus qadha’ (menggantikannya).

DIA berfiman : “dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”

Ertinya, barangsiapa yang fizikalnya sakit hingga menyebabkannya merasa berat atau terganggu jika berpuasa, atau sedang dalam perjalanan, maka diperbolehkan baginya berbuka (tidak berpuasa). Jika bernuka, maka harus mengantikannya pada hari-hari yang lain sejumlah yang ditinggalkan.

Oleh kerana itu DIA berfirman : “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”

Maksudnya, DIA memberiikan keringanan kepada kamu untuk berbuka ketika dalam keadaan sakit dan dalam perjalanan, namun tetap mewajibkan puasa bagi orang yang berada ditempat tinggalnya dan sihat. Ini tiada lain merupakan kemudahan dan rahmat bagi kamu.(RJ2, m/s 347)

Ertinya, Allah Ta’ala memberikan keringanan kepada kamu untuk berbuka bagi orang yang sakit dan yang sedang dalam perjalanan, atau disebabkan alasan-alasan lainnya yang semisal, kerana DIA menghendaki kemudahan bagi kamu. Dan perintah untuk mengqadha’ puasa itu dimaksudkan untuk menggenapkan bilangan puasa kamu menjadi sebulan.(RJ2, m/s 350)

4- Mengagungkan Allah s.w.t selepas mencukupkan bilangan puasa Ramadhan.

Oleh kerana itu, sunnah Rasulullah s.a.w menganjurkan untuk bertasbih, bertahmid dan takbir setelah mengerjakan solat wajib. Ibnu Abbas mengatakan : “Kami tidak mengetahui berakhirnya solat Rasulullah s.a.w kecuali dengna takbir”

Untuk itu banyak ulama yang mengambil pensyariatan takbir pada hari raya ‘iedul Fitri dari ayat ini : “dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.”

Bahkan Dawud bin Ali al-Asbahani az-Zhahiri mewajibkan pengumandangan takbir pada hari raya ‘Iedul Fithri, berdasarkan pada perintah dalam firmanNYA : “dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.”(RJ2, m/s 350)

5- Mensyukuri nikmat Allah yang diberi kepada kita di dalam bulan Ramadhan.

FirmanNYA : “supaya kamu bersyukur.”

Ertinya, jika kamu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah, berupa ketaatan kepadaNYA, dengan menjalankan semua kewajiban dan meninggalkan semua laranganNYA serta memperhatikan ketentuanNYA, maka mudah-mudahan kamu termasuk orang-orang yang bersyukur atas hal itu.(RJ2, m/s 350)

Rujukan :

RJ1- Syarah Tsalatsatul Ushul, Penulis : Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Pensyara Kitab : Syaikh Muhammad Bin Sholih Al-Utsaimin, Penyunting : Syaikh Fahd Bin Nashir, Al Qowam Publishing
RJ2- Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Peneliti: DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Pustaka Imam asy-Syafi’I
RJ3- E-Book : Sunnah-sunnah Yang Ditinggalkan Di Bulan Ramadhan, Penulis :Syaikh Muhammad Nashiruddun Al-AlBani, Terjemah bahasa : Ummu Abdillah al-Buthoniyah, Maktabah Raudhah al Muhibbin.

No comments:

Post a Comment